Minggu, 30 September 2012

Penyakit Schizophrenia atau Skizofrenia


Skizofrenia atau Schizophrenia merupakan penyakit otak yang timbul akibat ketidakseimbangan pada dopamin, yaitu salah satu sel kimia dalam otak. Ia adalah gangguan jiwa psikotik paling lazim dengan ciri hilangnya perasaan afektif atau respons emosional dan menarik diri dari hubungan antarpribadi normal. Sering kali diikuti dengan delusi (keyakinan yang salah) dan halusinasi (persepsi tanpa ada rangsang pancaindra).
Pada pasien penderita, ditemukan penurunan kadar transtiretin atau pre-albumin yang merupakan pengusung hormon tiroksin, yang menyebabkan permasalahan pada zalir serebrospinal.
Skizofrenia bisa mengenai siapa saja. Data American Psychiatric Association (APA) tahun 1995 menyebutkan 1% populasi penduduk dunia menderita skizofrenia.
75% Penderita skizofrenia mulai mengidapnya pada usia 16-25 tahun. Usia remaja dan dewasa muda memang berisiko tinggi karena tahap kehidupan ini penuh stresor. Kondisi penderita sering terlambat disadari keluarga dan lingkungannya karena dianggap sebagai bagian dari tahap penyesuaian diri.
Pengenalan dan intervensi dini berupa obat dan psikososial sangat penting karena semakin lama ia tidak diobati, kemungkinan kambuh semakin sering dan resistensi terhadap upaya terapi semakin kuat. Seseorang yang mengalami gejala skizofrenia sebaiknya segera dibawa ke psikiater dan psikolog.

Indikator premorbid (pra-sakit) pre-skizofrenia antara lain ketidakmampuan seseorang mengekspresikan emosi: wajah dingin, jarang tersenyum, acuh tak acuh. Penyimpangan komunikasi: pasien sulit melakukan pembicaraan terarah, kadang menyimpang (tanjential) atau berputar-putar (sirkumstantial). Gangguan atensi: penderita tidak mampu memfokuskan, mempertahankan, atau memindahkan atensi. Gangguan perilaku: menjadi pemalu, tertutup, menarik diri secara sosial, tidak bisa menikmati rasa senang, menantang tanpa alasan jelas, mengganggu dan tak disiplin.
Gejala-gejala skizofrenia pada umumnya bisa dibagi menjadi dua kelas:
  1. Gejala-gejala Positif
    Termasuk halusinasi, delusi, gangguan pemikiran (kognitif). Gejala-gejala ini disebut positif karena merupakan manifestasi jelas yang dapat diamati oleh orang lain.
  2. Gejala-gejala Negatif
    Gejala-gejala yang dimaksud disebut negatif karena merupakan kehilangan dari ciri khas atau fungsi normal seseorang. Termasuk kurang atau tidak mampu menampakkan/mengekspresikan emosi pada wajah dan perilaku, kurangnya dorongan untuk beraktivitas, tidak dapat menikmati kegiatan-kegiatan yang disenangi dan kurangnya kemampuan bicara (alogia).
Meski bayi dan anak-anak kecil dapat menderita skizofrenia atau penyakit psikotik yang lainnya, keberadaan skizofrenia pada grup ini sangat sulit dibedakan dengan gangguan kejiwaan sepertiautisme, sindrom Asperger atau ADHD atau gangguan perilaku dan gangguan Post Traumatic Stress Dissorder. Oleh sebab itu diagnosa penyakit psikotik atau skizofrenia pada anak-anak kecil harus dilakukan dengan sangat berhati-hati oleh psikiater atau psikolog yang bersangkutan.
Pada remaja perlu diperhatikan kepribadian pra-sakit yang merupakan faktor predisposisi skizofrenia, yaitu gangguan kepribadian paranoid atau kecurigaan berlebihan, menganggap semua orang sebagai musuh. Gangguan kepribadian skizoid yaitu emosi dingin, kurang mampu bersikap hangat dan ramah pada orang lain serta selalu menyendiri. Pada gangguan skizotipal orang memiliki perilaku atau tampilan diri aneh dan ganjil, afek sempit, percaya hal-hal aneh, pikiran magis yang berpengaruh pada perilakunya, persepsi pancaindra yang tidak biasa, pikiran obsesif tak terkendali, pikiran yang samar-samar, penuh kiasan, sangat rinci dan ruwet atau stereotipik yang termanifestasi dalam pembicaraan yang aneh dan inkoheren.
Tidak semua orang yang memiliki indikator premorbid pasti berkembang menjadi skizofrenia. Banyak faktor lain yang berperan untuk munculnya gejala skizofrenia, misalnya stresor lingkungan dan faktor genetik. Sebaliknya, mereka yang normal bisa saja menderita skizofrenia jika stresor psikososial terlalu berat sehingga tak mampu mengatasi. Beberapa jenis obat-obatan terlarang sepertiganja, halusinogen atau amfetamin (ekstasi) juga dapat menimbulkan gejala-gejala psikosis.
Penderita skizofrenia memerlukan perhatian dan empati, namun keluarga perlu menghindari reaksi yang berlebihan seperti sikap terlalu mengkritik, terlalu memanjakan dan terlalu mengontrol yang justru bisa menyulitkan penyembuhan. Perawatan terpenting dalam menyembuhkan penderita skizofrenia adalah perawatan obat-obatan antipsikotik yang dikombinasikan dengan perawatan terapi psikologis.
Kesabaran dan perhatian yang tepat sangat diperlukan oleh penderita skizofrenia. Keluarga perlu mendukung serta memotivasi penderita untuk sembuh. Kisah John Nash, doktor ilmu matematika dan pemenang hadiah Nobel 1994 yang mengilhami film A Beautiful Mind, membuktikan bahwa penderita skizofrenia bisa sembuh dan tetap berprestasi.

Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia(KPSI) adalah sebuah komunitas pendukung Orang Dengan Skizofrenia (ODS) dan keluarganya yang memfokuskan diri pada kegiatan mempromosikan kesehatan mental bagi masyarakat Indonesia pada umumnya. Keberhasilan ODS dalam pemulihan sangat tergantung kepada pemahaman keluarga tentang skizofrenia.
Komunitas ini juga bertujuan memberikan informasi tentang skizofrenia yang tepat kepada masyarakat guna memerangi stigma negatif terhadap ODS. Orang Dengan Skizofrenia sama sekali tidak membahayakan, bahkan mereka sangat membutuhkan dukungan semua orang. Dengan adaptasi yang tepat, mereka juga dapat bekerja dengan baik seperti orang normal.
Kegiatan penting yang dilakukan komunitas ini adalah menterjemahkan swadaya atas artikel-artikel penting tentang skizofrenia dan panduan-panduan keluarga. Kegiatan edukasi berupa kopi darat juga dilakukan untuk saling berbagi pengalaman antar keluarga maupun narasumber. Rencananya KPSI juga akan menerbitkan buku kisah sejati tentang dukungan keluarga.

Membina Keluarga Sejahtera Dari Segi Pendidikan


Keluarga merupakan hal yang tak bisa terlepas dari kehidupan siapapun didunia ini. Seseorang yang terlahir dan hidup didunia ini pasti mempunyai keluarga. Kita semua tidak dapat menyangkal bahwa keluarga yang bahagia merupakan idaman bagi semua orang dan merupakan pijakan yang baik dalam menjalani kehidupan sehari-harinya. Sebelum kita mempelajari lebih lanjut bagaimana cara membina keluarga sejahtera, kita semua harus tahu manakah yang dimaksud dengan keluarga? Siapa sajakah yang dimaksud dengan keluarga? Sebenarnya hal ini perlu diterapkan dalam Ilmu Pendidikan di Indonesia terutama dalam Pelajaran Bahasa Indonesia atau Pendidikan Kewarganegaraan untuk mempelajari lebih dalam apa makna keluarga itu sendiri agar nantinya bangsa Indonesia tidak buta akan makna keluarga itu sendiri.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Keluarga adalah bapak dan ibu beserta anak-anaknya atau seisi rumah yang menjadi tanggungan. Atau satuan kekerabatan yang sangat mendasar dalam masyarakat. Jadi, keluarga itu sendiri bukan hanya orang yang ada dalam ruang lingkup rumah kita atau orang-orang yang telah membesarkan kita tetapi juga satuan kerabat dalam lingkungan masyarakat misalnya sepupu ataupun famili. Jikalau kita sudah mengetahui apa makna mendasar dari keluarga itu sendiri maka kita sudah dapat mengetahui bagaimana cara membina keluarga sejahtera itu.

Sebuah keluarga yang sejahtera adalah keluarga yang lengkap anggota keluarganya, baik pendidikannya serta lancar komunikasinya. Hal ini sudah dapat dipastikan menjadi faktor yang penting dalam membina keluarga yang sejahtera jika dipandang dari segi pendidikan. Keluarga yang lengkap dengan adanya bapak, ibu dan anak-anak maka akan ada saling mengisi dalam kekosongan antar anggota keluarga yang satu dengan yang lainnya sehingga dalam keluarga itu dapat saling membantu terhadap suatu hal atau masalah. Sebuah keluarga yang tidak memiliki figur bapak atau ibu akan menimbulkan kekosongan dan akan menimbulkan dampak psikis terhadap anak-anaknya. Begitu pula pasangan suami istri yang belum mempunyai anak dipastikan belum bisa merasakan keluarga yang sejahtera karena dalam keluarga, anak merupakan metode pembelajaran yang baik dan merupakan jalur dalam mengimplikasikan rasa toleransi, sabar serta tanggung jawab yang telah dimiliki oleh manusia mulai dari lahir dan harus dikembangkan sampai akhir hayatnya.

Hal kedua yang harus diperhatikan dalam membina keluarga sejahtera adalah pendidikan yang baik. Hal ini dikarenakan lingkungan rumah yang kurang baik dapat mempengaruhi pendidikan dalam rumah. Karena hal sekecil apapun dalam keluarga merupakan metode pendidikan, baik bagi orang tua itu sendiri maupun bagi anak-anak yang sedang tumbuh dan berkembang. Maka dari itu, pendidikan yang baik dalam ruang lingkup keluarga akan menciptakan kehidupan seseorang yang baik pula tetapi pendidikan yang buruk dalam ruang lingkup keluarga akan menciptakan kehidupan seseorang yang buruk pula. Untuk itu, keluarga perlu berperan aktif agar nantinya salah satu anggota keluarga itu dapat menjadi manusia yang lebih baik untuk keluarga lain, masyarakat dan orang banyak.

Yang terakhir yang perlu diingat adalah lancarnya komunikasi dalam sebuah keluarga yang dapat menjadikan keluarga itu harmonis nantinya atau tidak. Karena jikalau komunikasi tidak lancar maka tidak akan ada proses timbal balik yang baik dalam keluarga tersebut. Komunikasi diperlukan agar pendidikan dalam keluarga dapat berjalan dengan baik. Individu yang hanya sibuk dengan dunianya maka akan menghasilkan keluarga yang fakum sehingga dapat menjadi keluarga yang tidak sejahtera.

Itulah yang perlu diketahui dalam membina keluarga sejahtera dari segi pendidikan. Jadi sebenarnya bukanlah material atau Keuangan suatu keluarga yang menjadikannya sejahtera tetapi ada faktor-faktor tertentu yang membuatnya sejahtera, yakni kelengkapan anggota keluarga, penddikan yang baik serta komunikasi yang lancar antar satu sama lainnya.


"Family Is Everythings"

Wajah Sistem Pendidikan di Indonesia

Kita sebagai orang tua seringkali mengikutkan anak kita berbagai macam les tambahan di luar sekolah seperti les matematika, les bahasa inggris, les fisika dan lain-lain. Saya yakin hal ini kita dilakukan untuk mendukung anak agar tidak tertinggal atau menjadi yang unggul di sekolah. Bahkan, terkadang ide awal mengikuti les tersebut tidak datang dari si anak, namun datang dari kita sebagai orang tua. Benar tidak?
Memang, saat ini kita menganggap tidak cukup jika anak kita hanya belajar di sekolah saja, sehingga kita mengikutkan anak kita bermacam-macam les. Kita ingin anak kita pintar berhitung, kita ingin anak kita mahir berbahasa inggris, kita juga ingin anak kita jago fisika dan lain sebagainya. Dengan begitu, anak memiliki kemampuan kognitif yang baik.
Ini tiada lain karena, pendidikan yang diterapkan di sekolah-sekolah juga menuntut untuk memaksimalkan kecakapan dan kemampuan kognisi. Dengan pemahaman seperti itu, sebenarnya ada hal lain dari anak yang tak kalah penting yang tanpa kita sadari telah terabaikan. Apa itu? Yaitu memberikan pendidikan karakter pada anak didik. Saya mengatakan hal ini bukan berarti pendidikan kognitif tidak penting, bukan seperti itu!
Maksud saya, pendidikan karakter penting artinya sebagai penyeimbang kecakapan kognitif. Beberapa kenyataan yang sering kita jumpai bersama, seorang pengusaha kaya raya justru tidak dermawan, seorang politikus malah tidak peduli pada tetangganya yang kelaparan, atau seorang guru justru tidak prihatin melihat anak-anak jalanan yang tidak mendapatkan kesempatan belajar di sekolah. Itu adalah bukti tidak adanya keseimbangan antara pendidikan kognitif dan pendidikan karakter.

Ada sebuah kata bijak mengatakan, ilmu tanpa agama buta, dan agama tanpa ilmu adalah lumpuh. Sama juga artinya bahwa pendidikan kognitif tanpa pendidikan karakter adalah buta. Hasilnya, karena buta tidak bisa berjalan, berjalan pun dengan asal nabrak. Kalaupun berjalan dengan menggunakan tongkat tetap akan berjalan dengan lambat. Sebaliknya, pengetahuan karakter tanpa pengetahuan kognitif, maka akan lumpuh sehingga mudah disetir, dimanfaatkan dan dikendalikan orang lain. Untuk itu, penting artinya untuk tidak mengabaikan pendidikan karakter anak didik. Lalu apa sih pendidikan karaker itu?
Jadi, Pendidikan karakter adalah pendidikan yang menekankan pada pembentukan nilai-nilai karakter pada anak didik. Saya mengutip empat ciri dasar pendidikan karakter yang dirumuskan oleh seorang pencetus pendidikan karakter dari Jerman yang bernama FW Foerster. Pertama, pendidikan karakter menekankan setiap tindakan berpedoman terhadap nilai normatif. Anak didik menghormati norma-norma yang ada dan berpedoman pada norma tersebut. Kedua, adanya koherensi atau membangun rasa percaya diri dan keberanian, dengan begitu anak didik akan menjadi pribadi yang teguh pendirian dan tidak mudah terombang-ambing dan tidak takut resiko setiap kali menghadapi situasi baru. Ketiga, adanya otonomi, yaitu anak didik menghayati dan mengamalkan aturan dari luar sampai menjadi nilai-nilai bagi pribadinya. Dengan begitu, anak didik mampu mengambil keputusan mandiri tanpa dipengaruhi oleh desakan dari pihak luar. Keempat, keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan adalah daya tahan anak didik dalam mewujudkan apa yang dipandang baik. Dan kesetiaan marupakan dasar penghormatan atas komitmen yang dipilih.

Pendidikan karakter penting bagi pendidikan di Indonesia. Pendidikan karakter akan menjadi basic atau dasar dalam pembentukan karakter berkualitas bangsa, yang tidak mengabaikan nilai-nilai sosial seperti toleransi, kebersamaan, kegotongroyongan, saling membantu dan mengormati dan sebagainya. Pendidikan karakter akan melahirkan pribadi unggul yang tidak hanya memiliki kemampuan kognitif saja namun memiliki karakter yang mampu mewujudkan kesuksesan.
Berdasarkan penelitian di Harvard University Amerika Serikat, ternyata kesuksesan seseorang tidak semata-mata ditentukan oleh pengetahuan dan kemampuan teknis dan kognisinyan (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen hard skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill. Dan, kecakapan soft skill ini terbentuk melalui pelaksanaan pendidikan karater pada anak didik.
Berpijak pada empat ciri dasar pendidikan karakter di atas, kita bisa menerapkannya dalam pola pendidikan yang diberikan pada anak didik. Misalanya, memberikan pemahaman sampai mendiskusikan tentang hal yang baik dan buruk, memberikan kesempatan dan peluang untuk mengembangkan dan mengeksplorasi potensi dirinya serta memberikan apresiasi atas potensi yang dimilikinya, menghormati keputusan dan mensupport anak dalam mengambil keputusan terhadap dirinya, menanamkan pada anak didik akan arti keajekan dan bertanggungjawab dan berkomitmen atas pilihannya. Kalau menurut saya, sebenarnya yang terpenting bukan pilihannnya, namun kemampuan memilih kita dan pertanggungjawaban kita terhadap pilihan kita tersebut, yakni dengan cara berkomitmen pada pilihan tersebut.
Pendidikan karakter hendaknya dirumuskan dalam kurikulum, diterapkan metode pendidikan, dan dipraktekkan dalam pembelajaran. Selain itu, di lingkungan keluarga dan masyarakat sekitar juga sebaiknya diterapkan pola pendidikan karakter. Dengan begitu, generasi-generasi Indonesia nan unggul akan dilahirkan dari sistem pendidikan karakter.


DASAR HUKUM LARANGAN CIPIKA-CIPIKI DAN KUMPUL KEBO DI INDONESIA



Banyak perbuatan melawan hukum yang mulai marak terjadi di Indonesia ini akibat dari adanya Penetrasi Budaya dari Bangsa Barat tanpa adanya filterisasi pengamatan budaya dari pemerhati pendidikan di negeri kita ini, antara lain CIPIKA-CIPIKI (Cium Pipi Kanan-Cium Pipi Kiri), KUMPUL KEBO, dan masih banyak lagi. Namun kami hanya akan membahas kedua perbuatan melawan hukum ini sesuai dari aspek Hukum Positif di Indonesia. Berikut adalah penjelasannya:

  1. CIPIKA-CIPIKI
Cipika-Cipiki antara laki-laki dengan  perempuan bukan muhrim, bila ditinjau dari segi hukum/ajaran agama Islam dilarang, karena berciuman antara  perempuan dengan  laki-laki yang bukan muhrim adalah haram. Norma agama islam ini masih dipegang teguh oleh sebagian besar anggota masyarakat pedesaan, berbeda dengan sebagian masyarakat perkotaan yang modern dan lebih intelek, hal itu dianggap wajar-wajar saja atau biasa saja, seperti kita lihat pada pesta pernikahan anak presiden kita baru-baru ini.
Ada satu pasal di dalam KUHP yaitu pasal 281 yang isinya menyatakan,  bahwa diancam hukuman penjara paling lama 2 tahun 8 bulan :
  1. Barangsiapa dengan sengaja dan terbuka melanggar kesusilaan.
  2. Barang siapa dengan sengaja dan di depan orang lain yang ada di situ bertentangan dengan kehendaknya, melanggar kesusilaan.
Permasalahannya apakah cipika-cipiki antara perempuan dan laki-laki yang bukan muhrim di anggap oleh masyarakat Indonesia  melanggar kesusilaan.atau tercela
-          Kalau menurut pandangan agama islam yang dianut oleh sebagian besar bangsa Indonesia ,
           jelas melanggar kesusilaan.
-          Menurut Ajaran melawan hukum formil  (fungsi  negatif) mengatakan, jika suatu hukum tertulis menganggap suatu perbuatan melawan hukum dan diancam dengan pidana, tetapi masyarakat menganggap perbuatan tersebut wajar-wajar saja, tidak tercela,  maka hukumnya tidak berlaku  contoh permainan tinju, menurut pasal  351 KUHP  tentang penganiayaan diancam dengan hukuman paling lama 2 tahun 8 bulan, kalau luka berat  ancaman hukumannya maksimum 5 tahun, sama juga dengan merusak kesehatan. Tapi kenyataannya, pasal KUHP ini tidak berlaku bagi permainan tinju, walaupun saling menyakiti badan/tubuh lawan masing-masing (menganiaya), karena masyarakat menganggap wajar-wajar saja atau biasa-biasa saja, tidak tercela dan dilakukan atas kehendak masing-masing.
-          Nah apakah perbuatan cipika-cipiki antara laki-laki dengan perempuan juga seperti halnya permainan tinju, yang masyarakat anggap biasa-biasa saja, tidak tercela? Barang kali hal ini memerlukan suatu penelitian yang lebih mendalam, karena melanggar norma agama yang dianut oleh sebagian besar masyarakat  Indonesia. Mungkin  berbeda  halnya kalau cipika-cipiki dilakukan dinegara Belanda khususnya atau Eropa pada umumnya.

2. KUMPUL KEBO


Ajaran melawan hukum materil (fungsi positif) mengatakan bahwa bila suatu perbuatan dilakukan melanggar norma-norma tidak tertulis yang ada di dalam masyarakat dan tercela, tetapi tidak diatur di dalam hukum positif atau hukum tertulis tidak mengatur pada masyarakat tersebut, masih dapat diancaman hukum pidana penjara berdasarkan Undang-undang Drt No 01/1951, yaitu pada  Pasal 5 sub b menyatakan bahwa jika suatu perbuatan oleh hukum tertulis dianggap tidak melawan hukum, tetapi masyarakat mencela, dapat di jatuhi hukuman ringan atau berat. Berat ringannya hukuman tergantung penilaian masyarakat setempat. Di samping itu pelaku dikucilkan dari masyarakat atau dicemoh.


Yang jadi keprihatinan kita bersama bahwa perbuatan melawan hukum diatas mayoritas dilakukan oleh para pemuda pemudi, para penerus generasi bangsa ini. Apakah Indonesia akan tetap membiarkan generasi mudanya terbawa arus zona nyaman yang tidak membawa manfaat ini? lebih naasnya lagi bila ini sudah menjalar bukan hanya di daerah metropolitan namun juga telah melangkah di kawasan nyiur melambai pedesaan. Tidak semua Penetrasi Budaya dari Barat membawa dampak negatif bagi bangsa kita namun perlu adanya Filterisasi (penyaringan) sebelum budaya tersebut masuk ke dalam negeri kita. Sudah saatnya kita menjadi manusia yang paham akan Hukum dan menerapkannya secara tertib agar kita keluar dari kebodohan ini.

Terima Kasih telah menyempatkan waktunya untuk membaca tulisan ini. Mudah-mudahan dengan membaca tulisan ini dapat menambah pengetahuan kita semua dalam aspek Hukum dan bagi para kaum muda mudi dapat menghindari perbuatan Melawan Hukum ini.

Writer By Nurul Firdaus
^_^